Kamis, 07 Mei 2020

Pembelajaran Efektif dan Menyenangkan


  
 Peran Guru Dalam Proses Belajar Mengajar dan Prinsip-Prisip Umum Metodologi Pengajaran
2.1.1. Peran guru
Perkembangan baru terhadap pandangan belajar-mengajar membawa konsekuensi kepada guru untuk meningkatkan peranan dan kompetisinya karena proses belajar-menajar dan hasil belajar siswa sebagian besar ditentukan oleh peranan dan kompetisi guru. Guru yang kompeten  akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar  yang efektif dan akan lebih mampu mengelola kelasnya  sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat optimal.
Peranan dan kompetensi guru  dalam proses belajar-mengajar  meliputi banyak hal  antara lain guru sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing pengatur  lingkungan,  partisipan,  perencana, supervisor, motivator, dan konselor.yang ingin dikemukakan disini ialah  peranan yang dianggap  paling domonan dan paling diklasifikasikan sebagai berikut :

  1. Guru sebagai demonstrator
Melalui peranannya sebagai demonstrator, atau pengajar guru hendaknya senantiasa mengusai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya  dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya  karena hal ini sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
Satu hal yang harus diperhatikan oleh guru bahwa ia sendiri adalah pelajar. Ini berarti guru harus belajar terus menerus dan mengembangkan dirinya. dengan cara demikian ia akan memperkaya dirinya dengan sebagai ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar dan demonstrator  sehingga mampu memperagakan apa yang dikerjakannya secara didaktis. Maksudnya agar apa yang disampaikannya itu betul-betul dimiliki betul oleh anak didik.
Juga seorang guru hendaknya mampu dan terampil dalam merumuskan tujuan pembelajaran, memahami kurikulum, dan dia sendiri  sebagai sumber belajar terampil dalam memberikan informasi kepada kelas. sebagai pengajar ia pun harus membantu perkembagan anak didik untuk dapat menerima, memahami, serta menguasai ilmu pengetahuan.  Untuk itu hendaknya guru mampu memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dalam berbagai kesempatan. Akhirnya seorang guru akan dapat memainkan peranannya sebagai pengajar  dengan baik bila ia menguasai dan mampu melaksanakan keterampilan-ketarampilan mengajar.

2.      Guru sebagai pengelola kelas
Dalam peranannya sebagai pengelola kelas, guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan  sekolah yang perlu diorganisasi.lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan. Pengawasan-pengawasan lingkungan itu  turut menentukan sejauh mana lingkungan tersebut menjadi lingkungan belajar yang baik. Lingkungan yang baik ialah yang bersifat menantang dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasandalam mencapai tujuan.
Kualitas dan dan kuantitas belajar siswa didalam kelas bergantung pada banyak factor, antara lain ialah guru, hubungan pribadi antara siswa didalam kelas, serta kondisi umum dan suasana didalam kelas.
Tujuan umum pengelolaan kelas ialah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam  kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil yang baik. Sedangkan tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat alat belajar,  menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan.
Sebagai manajer  guru bertanggung jawab memelihara lingkungan fisik  kelasnya agar senantisa menyenangkan untuk belajar dan mengarahkan atau membimbing proses intelektual dan sosial didalam kelasnya. Dengan demikin guru tidak memungkinkan siswa belajar, tetapi juga mengembangkan kebisaan bekerja  dan belajar secara efektif di kalangan siswa.
Tanggung jawab yang lain sebagai manajer  yang penting bagi guru ialah membimbing pengalaman-pengalaman  siswa sehari-hari ke arah agar siswa sedikit demi sedikit tidak bergantung pada guru dalam melaksanakan tugasnya, yang berarti menumbuhkan rasa tanggung jawab siswa terhadap tugasnya dengan penuh kesadaran yang tinggi, siswa harus dapat mengatur dirinya, mengatur aktifitasnya dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.dengan demikan akan memudahkan guru dalam menyampaikan materinya dan memudahkan pencapaian tujuan yang diharapkan seorang guru.
3.      Guru sebagai mediator dan fasilitator
Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tenang  tentang media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar-mengajar. Dengan demikian media pendidikan merupakan dasar-dasar yang sangat diperlukan yang bersifat melengkapi dan merupakan bagian integral demi berhasilnya proses pendidikan dan pengajaran disekolah.
Guru tidak cukup hanya memiliki keterampilan memilih dan menggunakan serta mengusahakan media itu dengan baik. Untuk itu guru perlu mengalami latihan-laihan praktik secara kontinu dan sistematis.
Sebagai Mediator  guru pun menjadi perantara dalam hubungan antar manusia. Untuk keperluan itu guru harus terampil mempergunakan pengetahuan tentang bagaimana orang beriteraksi dan berkomunikasi. Tujuannya guru agar dapat menciptakan secara maksimal kualitas lingkungan yang interaktif. Dalam hal ini ada tiga macam kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru. Yaitu mendorong berlangsungnya tingkah laku sosial yang baik, mengembangkan gaya interaksi pribadi, dan menumbuhkan hubungan positif dengan para siswa.
Sebagai fasilitator guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar yang berguna serta dapat menunjang  pencapaian tujuan dan proses belajar mengajar, baik yang berupa nara sumber, buku teks, majalah, ataupun surat kabar.

4.      Guru sebagai evaluator
Kalau kita perhatikan dunia pendidikan, akan kita ketahui bahwa setipa jenis pendidikan  atau bentuk pendidikan orang selalu mengadakan evaluasi, artinya pada waktu-waktu tertentu  selama satu  periode pendidikan, selalu mengadkan penilaian terhadap hasil yang telah dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun oleh pendidik.
Demikian pula dalam satu kali proses belajar-mengajar  guru hendaknya guru menjadi seorang evaluator  yang baik. Kegiatan ini dimaksudkan untuk  mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan itu tercapai atau belum, dan apakah materi yang diajarkan sudah cukup tepat, semua pernyataan tersebut akan dapat dijawab melalui kegiatan evaluasi atau penilaian.
Dengan demikian, guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan  metode mengajar. Tujuan lain dari penilaian diantaranya ialah untuk mengetahui kedudukan siswa didalam kelas atau kelompoknya.dengan penilaian  guru dapat diklasifikasikan apakah seorang siswa termasuk kelompok siswa yang pandai, sedang, kurang, atau cukup bikadikesannya jika dibandingkan dengan teman-temannya.
Dengan menelaah pencapaian tujuan pengajaran, guru dapat mengetahui apakah proses mengajar yang dilakukan cukup efektif  memberi hasil yang baik dan memuaskan atau sebaliknya. Jadi , jelaslah bahwa guru hendaknya mampu dan terampil melaksanakan penilaiaan karena, dengan penilaian guru dapat mengetahi prestasi yang dicapai oleh siswa setelah ia melaksanakan proses mengajar.
Dalam fungsinya sebagai penilaian hasil belajar siswa, hendaknya guru terus-menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dari waktu-kewaktu. Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini merupakan umpan balik  terhadap proses belajar mengajar.  Umpan balik ini akan dijadikan titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar mengajar selanjutnya. Dengan demikian proses belajar-mengajar akan terus menerus ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal.


2.1.2.    Prinsip-Prinsip Metodologi  Pengajaran
1.      Didaktik, Metodik, dan metodologi
Istilah didaktif berasal dari bahasa yunani yaitu :didastikas yang berarti pandai mengajar.dengan demikian yang dimaksud dengan didaktif yaitu ilmu yang membicarakan atau memberikan prinsip tentang cara-cara menyampaikan bahan pelajaran, sehingga dikuasai dan dimeliki oleh peserta didik. Dengan kata lain ilmu tentang mengajar  dan belajar , tegasnya suatu ilmu tentang guru mengajar dan peserta didik belajar.
Jika dalam didaktik terkandung dua kegiatan yaitu kegiatan “mengajar”dan “belajar”.  Kegiatan mengajar dipihak guru sedangkan kegiatan belajar dipihak peserta didik. Dengan kegiatan mengajar guru yang aktif sedangkan dalam kegiatan belajar peserta didik yang aktif. Didaktik pada umumnya dibedakan menjadi dua macam yaitu didaktik umum dan khusus. Didaktik umum memberikan prinsip-prinsip umum yang berhubungan dengan penyajian bahan pelajaran yakni motivasi, peragaan-peragaan, minat dan lain-lain agar anak menguasainya.
Prinsip-prinsip itu berlaku bagi semua mata pelajaran. Didaktik umum ini seruing juga disebut “ilmu pelajaran umum “ atau “ilmu mengajar secara umum”. Didaktif khusus menbicarakan tentang cara mengajar bidang studi tertentu dimana prinsip didaktik umum di gunakan. Didaktik khusus perlu sebab setiap bidang studi mempunyai ciri-ciri khas yang berlainan. Didaktik khusus disebut juga metodik.
2.      Pengertian Metodik
Metodik berasal dari bahasa Yunani yaitu metha berarti melalui dan hodos berarti jalan atau cara. Karena itu, metodik berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu atau dengan perkataan lain metodik ialah ilmu tentang cara yang harus dilalui dalam proses pembelajaran agar dapat mencapai tujuan pembelajaran. Misalnya, metodik membaca, metodik menghitung, metodik menulis dan sebagainya.  Metodik dapat pula dibagi kedalam dua macam yaitu: (1) metodik umum, dan (2) metodik kusus.  Metodik umum membicarakan cara mengajar pada setiap mata pelajaran pada umumnya, seperti : cara mengajar bahasa,sejarah, ilmu pengetahuan alam dan sebagainya. Dibicarakan juga sebagai metode mengajar yang dapat digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran.
Metodik khusus, membicarakan bagaimana menyajikan bahan pelajaran tertentu kepada peserta didik tertentu. Misalnya: metode khusus mengajarkan mata pelajaran SD, berbeda pula tentunya untuk tingkat SLTP dan SMA, serta perguruan tinggi.
3.      Pengertian Metodologi Pengajaran
Istilah metodologi pengajaran terdiri atas dua kata yaitu, “metodologi” dan “pengajaran”. “metodologi” terdiri pula atas: “metoda” dan “logi”. “logi” berasal dari kata logos yang berarti “ilmu”. Jadi, metodologi ialah suatu ilmu yang membicarakan cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan atau menguasai kompetensi tertentu. Sedangkan pengajaran adalah proses penyajian atau bahan pelajaran yang disajikan. Dengan demikian metodologi pengajaran berarti suatu ilmu yang membicarakan tentang jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan pembelajaran atau menguasai kompetensi tertentu yang dirumuskan dalam silabus mata belajaran. Metodologi pengajaran tidak akan ada artinya kalau tidak dilaksanakan dalam praktek pendidikan. Pelaksanaan metodologi pendidikan itu dalam pendidikan itu dalam pendidikan disebut “metode mengajar”.
 2.1.3.   Penggunaan Metode
Hasan Langgulung berpendapat bahwa penggunaan metode didasarkan atas tiga aspek pokok yaitu:
  1. Sifat-sifat dan kepentingan yang berkenaan dengan tujuan utama pendidikan.
  2. Berkenaan dengan metode-motode yang betul-betul berlaku
  3. Membicarakan tentang pergerakan (motivation) dan prinsip-prinsip
Upaya guru untuk memilih metode yang tepat dalam mendidik peserta didiknya adalah disesuaikan pula dengan tuntutan berhadapan dengan peserta didinya itu harus mengusahakan agar pelajaran yang diberikan kepada peserta didik-peserta didiknya itu supaya mudah diterima, tidaklah cukup dengan cikap lemah lembut saja. Ia harus memikirkan metode-metode yang akan digunakannya, seperti memilih waktu yang tepat, materi yang cocok, pendekatan yang baik, efektivitas penggunaan metode yang sebagainya. Untuk itu seorang guru dituntut agar mempelajari berbagai metode yang digunakan dalam mengajarkan suatu mata pelajaran, seperti bercerita, mendemonstrasikan, mencoba, memecahkan masalah, mendiskusikan yang digunakan oleh ahli pendidikan dan mempelajari prinsip-prinsip metodelogi.
 2.1.4.   Faktor-Faktor Yang Harus Diperhatikan Dalam Memilih Metode Mengajar
1.      Tujuan yang hendak dicapai
Setiap orang yang mengerjakan sesuatu haruslah mengetahui dengan jelas tujuan yang hendak dicapai. Demikian juga setiap guru yang pekerjaan pokoknya mendidik dan mengajar haruslah mengerti dengan jelas tujuan pendidikan.

Pemahaman akan tujuan pendidikan ini mutlak perlu sebab tujuan itulah yang akan menjadi sasaran dan menjadi pengarahan tindakan-tindakannya dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Disamping menjadi sasaran dan menjadi pengarah, tujuan pendidikan dan pengajaran juga berfungsi sebagai kriteria bagi pemilihan dan penentuan alat-alat (termasuk metode) yang akan digunakannya dalam mengajar.
Dalam dunia pendidikan dan pengajaran kita mengenal adanya tujuan umum, tujuan sementara, tujuan tak lengkap dan tujuan khusus. Tujuan umum pendidikan yang juga disebut tujuan akhir pendidikan adalah sesuatu yang menjadi sasaran dari keseluruhan kegiatan mendidik dan mengajar. Tujuan umum itu perlu dijabarkan menjadi tujuan khusus sebab dengan demikian guru akan mendapatkan gambaran yang jelas tentang apa yang hendak dicapainya itu dan guru akan dapat pula mempersiapkan alat-alat apa yang akan dipakainya serta metode yang tepat akan digunakannya.
  1. Peserta Didik
Para peserta didik yang akan menerima bahan pelajaran yang disajikan, harus pula diperhatikan oleh guru dalam memilih metode mengajar. Ini perlu sebab metode mengajar itu ada yang menuntut pengetahuan dan kecekatan tertentu misalnya Metode Diskusi menuntut pengetahuan yang cukup banyak (supaya peserta diskusi dapat mengetahui serta menilai benar atau salahnya sesuatu pendapat yang dikemukakan peserta lain) dan penguasaan bahasa serta ketrampilan mengemukakan pendapat. Demikian pula Metode Ceramah menuntut penguasaan bahasa pasif dari peserta didik sebab ia (peserta didik).
Selain tuntutan (syarat-syarat dari metode tertentu yang harus dipenuhi oleh peserta didik) dari metode mengajar tersebut diatas, penggunaan sesuatu metode mengajar haruslah sesuai dengan kemampuan, perkembangan serta kepribadian para peserta didik.
2.      Bahan Pelajaran
Bahan pelajaran yang menuntut kegiatan penyelidikan oleh peserta didik hendaknya disajikan melalui metode unit atau metode proyek. Apabila bahan pelajaran mengandung problem-problem, harus disajikan melalui metode pemecahan masalah. Bahan pelajaran yang berisi fakta-fakta dapat disajikan misalnya melalui metode ceramah, sedangkan bahan pelajaran yang terdiri dari latihan-latihan (misalnya ketrampilan-ketrampilan) disajikan melalui Metode Drill dan sebagainya.
3.      Fasilitas
Yang termasuk dalam factor fasilitas ini antara lain alat peraga, waktu, tempat dan alat-alat praktikum, buku-buku, dan perpustakaan. Fasilitasi ini turut menentukan menentukan metode mengajar yang akan dipakai oleh guru. Pengaruh fasilitas dan pemelihan serta penentuan metoda ini sangat terasa dalam situasi dimana situasi demonstrasi dan eksperimen /percobaan.
Pada umumnya apabila fasilitas kurang atau tidak ada, maka guru cenderung menggunakan metode ceramah karena metode ini tidak menuntut fasilitas yang banyak (apabila dibandingkan dengan tuntutan metode diskusi atau metode demonstrasi dan eksperimen).
4.      Situasi
Yang termasuk dalam situasi disini ialah keadaan peserta didik (yang menyangkut kelelahan mereka, semanga mereka), keadaan cuaca, keadaan guru  (kelelahan guru) keadaan kelas-kelas yang berdekatan dengan kelas yang akan diberi pelajaran dengan metode tertentu.
Apabila peserta didik telah lelah(yang diajar dengan metode ceramah) maka guru sebaiknya mengganti metode mengajarnya misalnya metode sosiodarma. Demikian pula apabila guru melihat bahwa para peserta didik sedang bersemangat (dalam membicarakan peristiwa dalam masyarakat) maka guru menggunakan metode diskusi. Apabila kelas disekitar kelas sedang ribut, maka sebaiknya guru menggunakan metode pembrian tugas atau metode tanya jawab (sebab
Dari apa yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa pribadi, pengetahuan dan kecekatan guru amat menentukan metode mengajar yang akan digunakan.
Tidak ada satu metode yang baik untuk setiap tujuan dan setiap situasi. Setiap metode mempunyai kebaikan dan kelemahan. Dengan sifatnya yang polipragmasi, guru perlu mengetahui kapan suatu metode tepat digunakan dan kapan harus digunakan kombinasi dari metode-metode. Guru hendaknya memilih metode yang paling banyak mendatangkan hasil.
2.2.   KONDISI BELAJAR MENGAJAR YANG EFEKTIF
Untuk memenuhi hal tersebut diatas guru dituntut mampu mengelola proses belajar mengajar yang memberikan rangsangan kepada siswa sehingga ia mau belajar karena memang siswalah subjek utama dalam belajar. Dalam menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif setidaknya ada lima jenis variabel yang menentukan keberhasilan belajar siswa, sebagai berikut:
1.    Melibatkan Siswa Secara Efektif
Mengajar adalah membimbing kegiatan belajar siswa sehingga ia mampu belajar. ”Teaching is the guidance of learning activities, teaching is for purpose of aiding the pupil learn” demikian menurut William Burton. Dengan demikian, aktivitas siswa sangat diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar sehingga siswa yang seharusnya banyak aktif, sebab siswa sebagai subjek didik adalah yang merencanakan dan ia sendiri yang melaksanakan belajar.
Pada kenyataannya di sekolah-sekolah seringkali guru yang aktif sehingga siswa tidak diberi kesempatan untuk aktif. Betapa pentingnya aktivitas belajar siswa dalam belajar mengajar sehingga John Dewey, sebagai tokoh pendidikan mengemukakan pentingnya prinsip ini melalui metode proyeknya dengan semboyan learning by doing.
Bahwa jauh sebelumnya para tokoh pendidikan lainnya seperti Rousseau, Pestalozi, Frobel dan Montessory telah mendukung prinsip-prinsip aktivitas dalam pengajaran ini. Aktivitas belajar siswa yang dimaksud disini adalah aktivitas jasmaniah maupun aktivitas mental. Aktivitas belajar siswa dapat digolongkan ke dalam beberapa hal, seperti:
  1. Aktivitas visual (visual activities) seperti membaca, menulis, melakukan eksperimen dan demonstrasi.
  2. aktivitas lisan (oral activities) seperti bercerita, membaca sajak, tanya jawab, diskusi, menyanyi.
  3. Aktivitas mendengarkan (listening activities) seperti mendengarkan penjelasan guru, ceramah dan mengajar.
  4. Aktivitas gerak (motor activities) seperti senam, atletik, menari dan melukis.
  5. Aktivitas menulis (writting activities) seperti mengarang, membuat maklah, membuat suran.
2.    Menarik Minat dan Perhatian Siswa
Kondisi belajar mengajar yang efektif adalah adanya minat dan perhatian siswa dalam belajar. Minat merupakan suatu sifat yang relatif menetap pada diri seseorang. Minat ini besar sekali pengaruhnya terhadap belajar sebab dengan minat seseorang akan melakukan suatu yang diminatinya. Sebaliknya, tanpa minat seseorang tidak mungkin melakukan sesuatu. Misalnya, seseorang anak menaruh minat terhadap bidang kesenian, maka ia akan berusaha untuk mengetahui lebih banyak tentang kesenian.
Keterlibatan siswa dalam belajar erat kaitannya dengan sifat-sifat siswa, baik yang bersifat kognitif seperti kecerdasan dan bakat maupun yang bersifat efektif seperti motifasi, rasa percaya diri, dan minatnya. William James (1890) melihat bahwa minat siswa merupakan derajat keaktifan belajar siswa. Jadi, efektif merupakan faktor yang menentukan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar.
Mengingat pentingya minat dalam belajar, seseorang tokoh pendidikan lainnya dari Belgia yakni Ovide Decroly (1871-1932), mendasarkan sistem pendidikan pada pusat minat yang pada umumnya dimiliki oleh setiap orang. Yaitu minat terhadap makanan, pelindungan terhadap pengaruh iklim (pakaian dan rumah), mempertahankan diri terhadap bermacam-macam bahaya dan musuh, bekerja sama dalam olah raga. Musell dalam bukunya Succesful Teaching, memberikan suatu klasifikasi yang berguna bagi guru dalam memberikan pelajaran kepada siswa. Ia mengemukakan 22 macam minat yang diantaranya aialah bahwa anak memiliki minat terhadap belajar. Dengan demikian, pada hakikatnya setiap anak berminat terhadap belajar dan guru sendiri hendaknya berusaha membangkitkan minat anak terhadap belajar.
Perhatian bersifat lebih sementara dan adanya hubungannya dengan minat. Perbedaannya adalah minat sifatnya menetap sedangkan perhatian sifatnya sementara, adakalanya menghilang. Misalnya seorang anak sedang belajar diruang depan tiba-tiba adiknya menangis, ia segera mendekatinya. Hilanglah perhatian anak itu terhadap belajar, sesudah adiknya dia ia mulai lagi memusatkan perhatiannya terhadap belajar. Bila tidak ada perhatian ia tidak mungkin dapat belajar. Jadi, perhatian itu sebenarnya hilang sebentar timbul kembali sedangkan minat selalu atau tetap ada.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar

soal PJOK

Memuat…